Rabu, 27 Juni 2012

INFLASI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM


INFLASI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Ekonomi Islam merupakan ikhtiar pencarian sistem ekonomi yang lebih baik setelah ekonomi kapitalis gagal total. Bisa dibayangkan betapa tidak adilnya, betapa pincangnya akibat sistem kapitalis yang berlaku sekarang ini, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Selain itu, dalam pelaksanaannya, ekonomi kapitalis banyak menimbulkan permasalahn. Pertama, ketidakadilan dalam berbagai macam kegiatan yang tercermin dalam ketidakmerataan pembagian pendaoatan masyarakat. Kedua, ketidakstabilan dari sistem ekonomi yang ada saat ini menimbulkan berbagai gejolak dalam kegiiatannya.
Dalam ekonomi Islam tidak dikenal dengan inflasi, karena mata uang yang dipakai adalah dinar dan dirham, yang mana mempunyai nilai yang stabil dan dibenarkan oleh Islam-namun dinar dan dirham di sini adalah dalam artian yang sebenarnya yaitu yang dalam bentuk emas maupun perak bukan dinar-dirham yang sekedar nama. Adiwarman Karim mengatakan bahwa Syeikh An-Nabahani (2001 : 147) memberikan beberapa alasan mengapat mata uang yang sesuai itu adalah dengan menggunakan emas. Ketika Islam melarang praktik penimbunan harta, Islam hanya mengkhususkan larangan tersebut untuk emas dan perak. Padahal harta itu mencakup semua barang yang bisa dijadikan kekayaan.

1.      Islam telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum yang baku dan tidak berubah-ubah, ketika Islam mewajibkan diyat, maka yang dijadikan sebagai ukurannya adalah dalam bentuk emas.
2.      Rasulullah SAW telah menetapkan emas dan perak sebagai mata uang dan beliau menjadikan hanya emas dan perak sebagai standar uang.
3.      Ketika Allah SWT mewajibkan zakat uang, Allah telah mewajibkan zakat tersebut dengan nisab emas dan perak.
4.      Hukum-hukum tentang pertukaran mata uang yang terjadi dalam transaksi uang hanya dilakukan dengan emas dan perak, begitupun dengan transaksi lainnya hanya dinyatakan dengan emas dan perak.

Penurunan nilai dinar atau dirham memang masih mungkin terjadi, yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu mengalami penurunan. Diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah yang besar di suatu negara, tapi keadaan ini kecil sekali kemungkinannya. Atau kondisi terjadinya defisit anggaran pada pemerintahan Islam. Kondisi defisit anggaran pernah terjadi pada zaman Rasulullah dan ini hanya terjadi satu kali yaitu sebelum perang Hunain.
Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian negara, karena :
1.      Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan (nilai simpan), fungsi dari pembayaran di muka, dan fungsi dari unit penghitungan. Orang harus melepaskan diri dari uang dan aset keuangan akibat dari beban inflasi tersebut. Inflasi juga telah mengakibatkan terjadinya inflasi kembali, atau dengan kata lain “self feeding inflation”
2.      Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari masyarakat ( turunnya marginal propensity to save). Hal ini berakibat pada menurunnya dana pembiayaan yang akan disalurkan.
3.      Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama pembelanjaan untuk barang-barang non-primer dan barang-barang mmewah ( naiknya marginal propensity to consume ).
4.      Mengarahkan inestasi pada hal-hal yang non-produktif yaitu penumpukan kekayaan (hoarding) seperti pada aset property yaitu tanah dan bangunan, logam mulia, mata uang asing dengan mengorbankan inestasi ke arah produktif seperti pertanian, industrial, perdagangan, transportasi, dan lainnya.

Ekonom Islam Taqyudin Ahmad iibn al-Maqrizi 91364 M – 1441 M ), yang merupakan salah satu murid dari Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua golongan, yaitu :
1.      Natural Inflation
Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab alamiah di mana orang tidak mempunyai kendali atasnya ( dalam hal mencegah ). Ibn Al-Marizi mengatakan bahwa inflasi ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh turunnya Penawaran Agregatif (AS) atau naiknya Permintaan Agregatif (AD). Maka natural inflation akan dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi dua golongan yaitu sebagai berikut :
a.       Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak, dimana ekspor naik sedangkan impor turun sehingga nilai ekspor bersih sangat besar, maka mengakibatkan  naiknya Permintaan Agregat (AD). Hal ini pernah terjadi pada masa pemerintahan kahlifah Umar ibn Khattab r.a. pada masa itu kafilah pedagang yang menjual barangnya dari luarr negeri membeli barang-barang yang mereka jual (positie net exsport). Adanya positie net exsport akan menjadikan keuntungan, keuntungan yang berupa kelebihan uang tersebut akan dibawa masuk ke Madinah sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat akan naik. Naiknya Permintaan Agregatif, atau grafik dilukiskan sebagai kura AD yang bergeser ke kanan, akan mengakibatkan naiknya tingkat harga secara keseluruhan.
Apa yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab r.a untuk mengatasi permasalahn tersebut? Beliau melarang penduduk Madinah untuk membeli barag-barang atau komoditi selama 2 hari berturut-turut. Akibatnya adalah turunnya Permintaan Agregatif (AD) dalam perekonomian setelah pelarangan tersebut maka tingkat harga kembali normal.
b.      Akibat dari turunnya tingkat produksi (Agregatif Supply [AS] karena terjadinya paceklik, perang, ataupun embargo dan boikot. Hal ini pernah terjadi pula pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab yaitu pada saat paceklik yang mengakibatkan kelangkaan gandum, atau dapat digambarkan  pada grafik kura AS bergeser ke kiri, yang kemudian mengakibatkan naikn tingkat harga-harga.
Apa yang dilakukan oleh khalifah Umar bin khattab r.a terhadap permasalahan ini? Beliau melakukan impor gandum dari Fustat – Mesir sehingga penawaran agregatif (AS) barang di pasar kembali naik yang kemudian berakibat pada turunnya tingkat harga-harga.

Jadi inflasi yang terjadi karena sebab-sebab yang alamiah, atau murni karena tarikan permintaan dan penawaran, maka pemerintah tdak perlu khawatir. Karena solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menstabilkan baik permintaan agregat maupun penawaran agregat pada kondisi semula sebelum terjadinya kenaikan harga atau inflasi.
2.      Human Error Inflation
Selain dari penyebab-penyebab yang dimaksud pada natural inflation, maka inflasi-inflasi yang disebabkan oleh hal-hal lainnya dapat digolongkan sebagai human error inflation atau  false inflation. Human error inflation dikatakan sebagai inflasi yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan dari manusia itu sendiri. Human error inflation dapat dikelompokkan menurut penyebab-penyebabnya sebagai berikut :
a.       Korupsi dan administrasi yang buruk
Korupsi akan menaikan tingkat harga, karena produsen harus menaikkan harga jual pada produksinya untuk menutupi biaya-biaya “siluman” yang telah mereka bayarkan. Birokrasi perijinan yang berbelit-belit, dimana hanya untuk pengurusan suatu ijin harus melalui beberapa instansi, hal ini tentu akan menambah biaya produksi dari produsen dan berakibat pada kenaikan harga. Hal yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menghilangkan korupsi dan melakukan reformasi birokrasi.
Jika menggunakan pendekatan kepada permintaan agregat (AD) dan penawaran agregat (AS), maka korupsi dan administrasi yang buruk akan menyebabkan kontraksi pada kurva penawaran agregat, yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga. Selain menyebabkan inefisiensi alokasi sumber daya dan ekonomi biaya tinggi, korupsi dan administrasi yang buruk akan dapat menyebabkan perekonomian terpuruk.
b.      Pajak yang berlebihan (excessie tax).
Efek yang ditimbulkan oleh pengenaan pajak yang berlebihan pada perekonomian akan memberikan pengaruh yang sama dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh korupsi dan adminstrasi yang buruk yaitu bterjadinya kontraksi pada kurva penawaran agregat. Jika dilihat lebih lanjut, pajak yang berlebihan mengakibatkan pada effeciency atau  loss dead weight loss. Ini termasuk masalah pula dalam perekonomian di Indonesia, terutama pasca penerapan ekonomi daerah, dimana setiap daerah memiliki kebijakan tersendiri dalam menggali sektor-sektor ysng dapat dijadikan sebagai obyek untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.
c.       Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan (excessive seignorage).
Seignorage arti tradisonalnya adalah keuntungan dari pencetakan koin yang didapat oleh percetakannya dimana biassanya percetakan tersebut dimiliki oleh penguasa. Pencetakan uang yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan terlalu banyak jumlah uuang beredar di masyarakat, hal ini berimplikasi pada penurunan nilai mata uang. Hal ini telah terbukti di Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, dimana kebutuhan anggaran pemerintah dibiayai oleh pencetakan uang. Namun karena berlebihan hal ini menyebabkan terjadinya inflasi.



Sumber : Buku Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam;Konsep, Teori, dan Analisis, (Bandung : Alfabeta, 2010).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar