KEBIJAKAN EKONOMI ISLAM DALAM INFLASI
1. Kebijakan Fiskal
Dalam perekonomian Islam menurut An-Nabahan pemerintah
merupakan lembaga formal yang meujudkan dan memberikan pelayanan terbaik kepada
rakyatnya. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat, salah satunya yaitu tanggung jawab terhadap perekonomian
diantaranya mengawasi faktor utama penggerak perekonomian.
Majid mengatakan bahwa untuk mewujudkan masyarakat
yang sejahtera, pemerintah Islam menggunakan dua kebijakan, yaitu kebijakan
fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan tersebut telah dipraktekkan sejak zaman
Rasulullah dan khulafaur rasyidin kemudian dikembangkan oleh para ulama.
Tujjuan dari kebijakan fiskal dalam Islam adalah untuk menciptakan stabilitas
ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dan pemerataan pendapatan, ditambah dengan tujuan lain yang
terkandung dalam aturan Islam.
Dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi ada beberapa
instrumen yang bisa digunakan, yaitu:
a.
Memaksimalkan penghimpunan zakat serta
mengoptimalkan pemanfaatan zakat. Pemaksimalan penghimpunan zakat dapat
dimanfaatkan untuk berbagai macam kegiatan yang bertujuan dalam menjamin
stabilitas ekonomi. Hal ini ditempuh apabila diasumsikan suuatu perekonomian
dalam kondisi full employment, maka
kenaikan permintaan agregat tidak akan menimbulkan kenaikan pada pendapatan
riil nasional.
b.
Mengenakan biaya atas dana yang menganggur ( cost of idle fund ) hal ini agar
mendorong masyarakat untuk menginvestasikan dananya tidak hanya melalui
tabungan dan deposito tetapi diarahkan pada penciptaan pertumbuhan sektor riil.
Dengan adanya biaya, maka setiap masyarakat dituntut untuk menginvestasikan
dana yang mereka miliki tersebut.
c.
Menggunakan prinsip bagi hasil pada setiap
transaksi atau segala jenis usaha dan meninggalkan bunga. Pada sistem bagi
hasil setiap pihak yang terlibat akan membagi keuntungan dan kerugian bersama
sesuai proporsi modalnya masing-masing, dengan demikian segala bentuk transaksi
baik itu sektor rumah tangga, swasta maupun pemerintah semua dapat menjalankan
prinsip bagi hasil tanpa menggunakan bunga.
2. Kebijakan Moneter
Pada zaman Rasulullah dan Khulafaur rasyidin kebojakan
moneter dilaksanakan tanpa menggunakan instrumen bungan sama sekali. Dalam
perekonomian kapitalis tingkat bunga seringkali berflukstuasi, yang sengaja
hanya disimpan pun akan terus menerus berubah. Penghapusan bunga dan kewajiban
membayar zakat sebesar 2,5% per tahun tidak hanya dapat meminimalisasi
permintaan spekulatif akan uang maupun penyimpanan uang yang diakibatkan oleh
tingkat bunga, melainkan juga memberikan stabilitas yang lebih tinggi tehadap
permintaan uang. Preferensi likuiditas yang muncul dari motif spekulasi oleh
karenanya tidak penting dalam perekonomian Islam. Variabel yang harus
diformulasikan dalam kerangkan kebijakan moneter Islam adalah stok uang, bukan
tingkat suku bunga bank. Dalam sistem ekonomi Islam, bank sentral harus
mengerahkan kebijakan moneternya untuk membiayai pertumbuhan potensial dalam
output jangka menengah dan jangka panjang demi mencapai harga yang stabil dan
tujuan-tujuan sosio-ekonomi Islam.
Dalam perekonomian Islam, untuk menjaga stabilitas tingkat
harga ada beberapa hal yang dilarang yaitu :
Ø
Permintaan yang tidak riil. Permintaan uang
hanya untuk keperluan transaksi dan berjaga-jaga
Ø
Penimbunan mata uang
Ø
Transaksi tallaqi
rukhban . yaitu mencegah penjual dari kampung atau daerah pinggiran di luar
kota untuk dijual kembali di pusat kota demi mendapatkan keuntungan dari
ketidakpastian harga.
Ø
Transaksi kali
bi kali. Yaitu tranksaksi tidak tunai, transaksi tunai dibolehkan namun
transaksi future tanpaada barangnya
adalah dilarang
Ø
Segala bentuk riba.
Dalam kerangka
strategi mekanik bagi kebijakan moneter, menurut Chapra yang tidak hanya
membantu pengaturan penawaran uang sesuai dengan permintaan riil tetapi juga
membantu memenuhi kebutuhan untuk menutup defisit asli pemerintah dan juga
sekaligus mencapau tujuan-tujuan lainnya masyarakat Islam. Mekanik tersebut
harus mencukupi beberapa elemen,
diantaranya :
Ø
Target pertumbuhan pada M dan Mo
Secara berkala bank sebtral haruus
menetapkan pertumbuhan penawaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi
nasional, termasuk pertumbuhan ekonomi yang dapat dipertahankan dan stabilitas
dalam nilai uang.
Ø
public
share of demand deposit
Dalam jumlah tertentu (kondisi
normal) demand deposit bank komersil maksimum sampai 25% harus diserahkan
kepada pemerintah untuk membiayai proyek-proyek yang secara sosial
menguntungkan.
Ø
Statutory
reserve requirements
Bank komersil harus memiliki cadangan
dalam jumalh tertentu yaitu 10% dikurangi 20% dari demand deposit mereka dengan
bank sentral. Begitu pula sebaiknya dengan bank sentral Statutory
reserve requirements membantu memberikan jaminan atas deposit juga
sekaligus membantu penyediaan likuiditas yang memadai bank.
Sumber : Buku Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam;Konsep, Teori, dan
Analisis, (Bandung : Alfabeta, 2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar