PERATURAN TENTANG PENERAPAN DINAR DALAM
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Mengimplementasikan dinar sebagai alat transaksi perdagangan
internasional harus merujuk kepada peraturan dan undang-undang yang membolehkan
dinar yang terbuat dari emas bisa digunakan sebagai alat pembayaran.
Setidaknya, ada tiga aturan (legtal
issues) yang berkenan dalam perdagangan internasional, yaitu :
1.
International
Legal Impediments
Ada beberapa peraturan
yang berkaitan dengan penerapan dinar dalam perdagangan internasional dalam Articles of Agreemen of the International
Monetary Fund. Pada 1945 salah satu aturan yang ditetapkan IMF adalah
sistem par value yang
mengharuskan negara-negara anggota
mengkonversikan mata uang mereka seperti dolar yang dipegang kepada emas
sebesar 1/35 per ons emas. Setelah sistem par
value berakhir pada 1971, negara anggota mengadopsi aturan yang dibuat IMF
pada tahun 1976 the Second Amendement of
the Articles of agreement yang baru efektif digunakan pada tahun 1978
hingga saat ini. Dalam aturan tersebut negara anggota dibolehkan untuk
mengkonversikan mata uangnya terhadap mata uang lain selain emas. Beberapa
negara ada yang mengkonversikan mata uangnya dengan special Drawing Right (SDR) yang dibuat IMF. Sebagian lainnya
adalah membiarkan mata uangnya mengambang berdasarkan permintaan dan penawaran
internasioanl.
Walaupun setiap negara
bebas menentukan mata uang yang menjadi standar nilai tukarnya, setiap negara
dilarang untuk melakukan manipulasi nilai tukar atau sistem moneter
internasional yang ditunjukkan dengan mengambil keuntungan dari persaingan yang
tidak fair dengan negara lain. Setiap
negara diharuskan untuk berkolaborasi dengan pendanaan dan pembiayaan dari IMF
untuk mempromosikan stabilitas nilai tukar dan menghindari perubahan persaingan
nilai tukar. Negara yang membiarkan mata uangnya mengambang bebas diharuskan
untuk melakukan intervensi nilai tukarnya untuk mengatasi perubahan nilai tukar
yang tajam dan fluktuasi nilai tukar. Berdasarkan Articles IV the Obligations Regarding Exchange Arrangements berisikan
tentang nilai tukar hanya dikonversikan kepada SDR atau kepada mata uang negara
lain selain emas. Sekilas, aturan tersebut terlihat melarang dan membatasi
penggunaan emas sebagai sebuah perjanjian nilai tukar (Exchange arrangements). Tetapi dinar yang akan digunakan dalam
perdagangan internasional bukan uang sebuah negara yang ditopang dengan emas (backed by gold). Kehadiran dinar dalam
perdagangan internasional tidak ditujukan untuk menjadikan dinar sebagai mata
uang sehari-hari semua negara, tetapi hanya digunakan untuk menjadi alat
transaksi perdagangan bilateral. Pembayaran dengan dinar dilakukan dengan
mentransfer ekuivalen dinar ke account negara
peserta yang ada di bank kustodian dalam aturan yang sama dalam articles IV dinyatakan bahwa kondisi
ekonomi internasional tertentu, mengizinkan sebuah negara untuk memperkenalkan
sistem perjanjian nilai tukar yang berdasarkan atas stabilitas.
2.
Financial Infrastructure
Lembaga keuangan adalah
salah satu faktor yang akan menyukseskan implementasi dinar sebagai alat
transaksi perdagangan internasional. Lembaga keuangan seperti perbankan harus
siap dengan berbagai aturan yang mendukung penggunaan dinar dan menyesuaikan
sistem operasionalnya. Untuk mewujudkan itu, diperlukan peran dan aturan yang
mendukung industri perbankan untuk berperan dalam perdagangan bilateral. Dalam
hal ini, bank sentral selaku otoritas moneter akan menjadi lembaga-lembaga yang
mengawasi dan mengatur mekanisme sistem perbankan nasional.
3.
Dispute Settlement
Untuk menghindari
perselisihan perdagangan, maka diperlukan sebuah mekanisme penyelesaaian (
dispute settlement) yang bisa mengatasi perselisihan dagang antar negara
ataupun sektor swasta. Saat ini, aturan tentang perselisiahan telah ditetapkan
oleh WTO yang dinamakan dengan Dispute
Settlement Mecghanism. WTO telah mengeluarkan beberapa persetujuan, seperti
General Agreement on Tarifss and trade,
General agreement on Trade in Service dan Agreement on trade-Related aspects of
property Rights. Setiap dari aturan tersebut memiliki tiga tujuan utama,
yaitu :
1.
Untuk membantu perdagangan berjalan secara
bebas;
2.
Untuk mencapai liberalisasi dengan cara
negosiasi;
3.
Untuk mengatur perselisihan perdagangan (setting payment).
Proses penyelesaian
perselisihan tersebut telah diatur dalam the
Understanding on Rules and Procedures Governings the Settlement on Dispute (DSU).
Di samping peraturan yang ditetapkan oleh WTO perdagangan secara bilateral juga
membutuhkan lembaga-lembaga yang membantu dalam penyelesaian masalah
perdagangan seperti lembaga mediasi, arbitrasi dan konsiliasi. Kehadiran
lembaga tersebut diharapkan bisa membantu kelancaran dan menyelesaikan setiap
permasalahan yang muncul dari perdagangan tersebut.
Sumber : Buku Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam;Konsep, Teori, dan
Analisis, (Bandung : Alfabeta, 2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar