Rabu, 27 Juni 2012

PERATURAN TENTANG PENERAPAN DINAR DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL


PERATURAN TENTANG PENERAPAN DINAR DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Mengimplementasikan dinar sebagai alat transaksi perdagangan internasional harus merujuk kepada peraturan dan undang-undang yang membolehkan dinar yang terbuat dari emas bisa digunakan sebagai alat pembayaran. Setidaknya, ada tiga aturan (legtal issues) yang berkenan dalam perdagangan internasional, yaitu :

1.             International Legal Impediments
Ada beberapa peraturan yang berkaitan dengan penerapan dinar dalam perdagangan internasional dalam Articles of Agreemen of the International Monetary Fund. Pada 1945 salah satu aturan yang ditetapkan IMF adalah sistem par value yang mengharuskan  negara-negara anggota mengkonversikan mata uang mereka seperti dolar yang dipegang kepada emas sebesar 1/35 per ons emas. Setelah sistem par value berakhir pada 1971, negara anggota mengadopsi aturan yang dibuat IMF pada tahun 1976 the Second Amendement of the Articles of agreement yang baru efektif digunakan pada tahun 1978 hingga saat ini. Dalam aturan tersebut negara anggota dibolehkan untuk mengkonversikan mata uangnya terhadap mata uang lain selain emas. Beberapa negara ada yang mengkonversikan mata uangnya dengan special Drawing Right (SDR) yang dibuat IMF. Sebagian lainnya adalah membiarkan mata uangnya mengambang berdasarkan permintaan dan penawaran internasioanl.
Walaupun setiap negara bebas menentukan mata uang yang menjadi standar nilai tukarnya, setiap negara dilarang untuk melakukan manipulasi nilai tukar atau sistem moneter internasional yang ditunjukkan dengan mengambil keuntungan dari persaingan yang tidak fair dengan negara lain. Setiap negara diharuskan untuk berkolaborasi dengan pendanaan dan pembiayaan dari IMF untuk mempromosikan stabilitas nilai tukar dan menghindari perubahan persaingan nilai tukar. Negara yang membiarkan mata uangnya mengambang bebas diharuskan untuk melakukan intervensi nilai tukarnya untuk mengatasi perubahan nilai tukar yang tajam dan fluktuasi nilai tukar. Berdasarkan Articles IV the Obligations Regarding Exchange Arrangements berisikan tentang nilai tukar hanya dikonversikan kepada SDR atau kepada mata uang negara lain selain emas. Sekilas, aturan tersebut terlihat melarang dan membatasi penggunaan emas sebagai sebuah perjanjian nilai tukar (Exchange arrangements). Tetapi dinar yang akan digunakan dalam perdagangan internasional bukan uang sebuah negara yang ditopang dengan emas (backed by gold). Kehadiran dinar dalam perdagangan internasional tidak ditujukan untuk menjadikan dinar sebagai mata uang sehari-hari semua negara, tetapi hanya digunakan untuk menjadi alat transaksi perdagangan bilateral. Pembayaran dengan dinar dilakukan dengan mentransfer ekuivalen dinar ke account negara peserta yang ada di bank kustodian dalam aturan yang sama dalam articles IV dinyatakan bahwa kondisi ekonomi internasional tertentu, mengizinkan sebuah negara untuk memperkenalkan sistem perjanjian nilai tukar yang berdasarkan atas stabilitas.

2.                  Financial Infrastructure
Lembaga keuangan adalah salah satu faktor yang akan menyukseskan implementasi dinar sebagai alat transaksi perdagangan internasional. Lembaga keuangan seperti perbankan harus siap dengan berbagai aturan yang mendukung penggunaan dinar dan menyesuaikan sistem operasionalnya. Untuk mewujudkan itu, diperlukan peran dan aturan yang mendukung industri perbankan untuk berperan dalam perdagangan bilateral. Dalam hal ini, bank sentral selaku otoritas moneter akan menjadi lembaga-lembaga yang mengawasi dan mengatur mekanisme sistem perbankan nasional.
3.                  Dispute Settlement
Untuk menghindari perselisihan perdagangan, maka diperlukan sebuah mekanisme penyelesaaian ( dispute settlement) yang bisa mengatasi perselisihan dagang antar negara ataupun sektor swasta. Saat ini, aturan tentang perselisiahan telah ditetapkan oleh WTO yang dinamakan dengan Dispute Settlement Mecghanism. WTO telah mengeluarkan beberapa persetujuan, seperti General Agreement on Tarifss and trade, General agreement on Trade in Service dan Agreement on trade-Related aspects of property Rights. Setiap dari aturan tersebut memiliki tiga tujuan utama, yaitu :

1.      Untuk membantu perdagangan berjalan secara bebas;
2.      Untuk mencapai liberalisasi dengan cara negosiasi;
3.      Untuk mengatur perselisihan perdagangan (setting payment).

Proses penyelesaian perselisihan tersebut telah diatur dalam the Understanding on Rules and Procedures Governings the Settlement on Dispute (DSU). Di samping peraturan yang ditetapkan oleh WTO perdagangan secara bilateral juga membutuhkan lembaga-lembaga yang membantu dalam penyelesaian masalah perdagangan seperti lembaga mediasi, arbitrasi dan konsiliasi. Kehadiran lembaga tersebut diharapkan bisa membantu kelancaran dan menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul dari perdagangan tersebut.

Sumber : Buku Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam;Konsep, Teori, dan Analisis, (Bandung : Alfabeta, 2010).
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar