TEORI NILAI TUKAR ISLAM
Dalam pembahasan nilai tukar menurut Islam akan dipakai dua skenario
yaitu :
1.
Skenario 1 : terjadi perubahan-perubahan harga
di dalam negeri yang mempengaruhi nilai tukar uang ( faktor luar negeri
dianggap tidak berubah/berpengaruh)
2.
Skenario
2 : terjadi perubahan-perubahan harga di dalam
negeri ( faktor di dalam negeri dianggap tidak berubah/berpengaruh ).
Selain
dari itu, perlu untuk diingat bahwa kebijakan nilai tukar uang dalam Islam
dapat dikatakan menganut sistem “managed
Floating”. Dimana nilai tukar adalah hasil dari kebijakan-kebijakan
pemerintah (bukan merupakan cara ata kebijakan iti sendiri) karena pemerintah
tidak mencampuri keseimbangan yang terjadi di pasar kecuali jika terjaddi
hal-hal yang mengganggu keseimabangan itu sendiri. Jadi bisa dikatakan bahwa
suatu nilai tukar yang stabil adalah merupakan hasil dari kebijakan pemerintah
yang tepat. Untuk lebih memudahkan pembahasan teori nilai tukar uang dalam
Islam ini juga akan dicontohkan bahwa mata uang dalam negeri adalah rupiah
(IDR) dan mata uang asing adalah Singapura (SGD).
1. Perubahan Harga Terjadi di Dalam Negeri
Seperti juga inflasi, penyebab
fluktuasi sebuah mata uang dikelompokkan :
a. Natural Exchange Rate Fluktuation :
1)
Fluktuasi nilai tukar uang akibat dari
perubahan-perubahan yang terjadi pada Permintaan Agregatif (AD) : sama seperti
pembahasan pada bagian inflasi, ekspansi AD akan mengakibatkan naiknya tingkat
harga (P) secara keseluruhan. Seperti kita ketahui bahwa P = e P’, jika tingkat
harga dalam negeri naik sedangkat tingkat harga di luar negeri tetap maka nilai
tukar mata uang akan mengalami depresiasi. Sebaliknya, jika AD mengalami
kontraksi naka tingakt harga akan mengalami penurunan, yang akan mengakibatkan
nilai tukar mengalami apresiasi.
2)
Fluktuasi nilai tukar uang akibat
perubahan-perubahan yang terjadi pada Penawaran Agregatif (AS) : jika AS
mengalami kontraksi, akan berakibat naiknya tingkat harga secara keseluruhan,
kemudian akan melemahnya (depresiasi) nilai tuka. Sebaliknya, jika AS mengalami
ekspansi, maka akan berakibat pada turunnya tingkat harga secara keseluruhan
yang akan mengakibatkan menguatnya (ekspresiasi) nilai tukar.
b. Human Error Exchange Rate Fluctuation
1)
Corruption
dan Bad Administration : seperti yang telah kita bahas pada bagian inflasi,
korupsi dan administrasi yang buruk akan mengakibatkan naiknya harga akibat
terjadinya misallocation of resources serta mark-up yang tinggi yang harus
dilakukan oleh produsen untuk menutupi “biaya-biaya siluman” dalam proses
produksinya. Akibatnya, tingkat harga secara keseluruhan akan mengalami
kenaikan. Jika merujuk pada persamaan P = e P’, maka naiknya tingkat harga akan
mengakibatkan terjadinya depresiasi nilai tukar uang.
2)
Excessive
Tax : pajak penjualan yang sangat tinggi yang dikenakan pada barang dan
jasa akan mengakibatkan harga jual dari barang dan jasa tersebut. Secara
agregat, tingkat harga-harga akan mengalami kenaikan. Jika kita merujuk kembali
pada persamaan P = e P’, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat pajak yang sangat tinggi akan
mengakibatkan pada melemahnya (depresiasi) nilai tukar uang.
3)
Excessive
Seignorage : seperti yang telah dibahas pada bab yang telah membahas
tentang inflasi, pencetak full-bodied
money atau 100% reserve money mengakibatkan
terjadinya inflasi. Akan tetapi, jika uang yang dicetak selain dari kedua jenis
itu, maka akan menyebabkan terjadinya kenaikan tingkat harga secara umum. Efek
yang akan ditimbulkan oleh percetakan uang yang berlebihan (melebihi kebutuhan
sektor riil) adalah kenaikan tingkat harga secara keseluruhan atau inflasi.
Merujuk kembali pada persamaan paritas daya beli yaitu P = e P’, jika tingkat
hrarga dalam negeri mengalami kenaikan sementara tingkat harga luar negeri
tetap maka nilai tukar uang mengalami depresiasi.
Inflasi itu sendiri
dapat dikatakan sebagai “tax on holding
money” karena menyebabkan orang-orang menjadi tidak ingin untuk emegang
uang karena menjadi semakin menyusut nilainya. Kecenderungan orang untuk tidak
memegang uang akan mengakibatkan permintaan akan uang menurun.
2. Perubahan Harga Terjadi di Luar Negeri
Pada bagian ini
diasumsikan bahwa di dalam negeri tidak terjadi perubahan-perubahan hargayang
mengganggu nilai tukar uang. Perrubahan harga yang terjadi di luar negeri bisa
digolongkan karena dua sebab yaitu :
a. Non-engineered/Non-Manipualated Changes :
Disebut sebagai Non-engineered/Non-Manipualated Changes adalah karena perubahan
yang terjadi bukan disebabkan oleh manipulasi (yang dimaksud untuk merugikan)
yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Misalkan, jika Bank Sentral Singapura
(BSS) mengurangi jumlah uang SGD yang beredar, hal tersebut akan mengakibatkan
IDR terdepresiasi tanpa diduga (direncanakan oleh Bank Indonesia). Oleh karena
itu, BI biasanya akan menghilangkan efek ini dengan menjual SGD yang
dimilikinya (cadangan devisa), baik dengan cara sterilized intervention maupun dengan cara unsterilized intervention.
Jika BI menambah IDR dengan
mencetaknya, maka hal ini disebut unsterilized
intervention (intervensi yang tidak steril), sedangkan jika IDR ditambah
dengan menjual asset lain disebut dengan sterilized
inervention (intervensi steril). Intervensi steril terhadap mata uang asing
akan menghilangkan pengaruh penawaran uang dalam negeri. Sedangkan intervensi Bank Sentral
yang tidak steril tidak menghilangkan pengaruh terhadap penawaran uang dalam
negeri. Intervensi yang tidak steril akan mempengaruhi nilai tukar uang melalui
dua cara yaitu mengubah permintaan dari SGD sehingga akan mengubah Psg, kedua
ia akan mengubah penawaran dari IDR sehingga ia akan mengubah Pid dengan arah
yang berlawanan. Karena Psg dan Pid berubah dengan arah yang berlawanan, maka
berdasarkan persamaan Pid = e Psg, nilai e akan berubah pula. Di lain pihak,
intervensi steril akan mempengaruhi nilai tukar hanya melalui satu cara yaitu
ia akan mengubah permintaan SGD sehingga akan menguban Psg, tetapi tidak
mempengaruhi Pid. Namun demikian, karena Psg berubah maka berdasarkan persamaan
P = e P’ maka nilai e (nilai tukar uang) akan berubah pula.
b. Engineered/Manipulated Changes;
Disebut Engineered/Manipulated Changes adalah karena perubahan yang terjadi
disebabkan oleh manipulasi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang
dimaksudkan untuk merugikan pihak lain. Misalnya para fund manager di Singapura melepas IDR yang dimilikinya sehingga
terjadi “banjir Rupiah” yang mengakibatkan nilai tukar rupiah mengalami
depresiasi secara tiba-ttiba atau drastis di luar perkiraan BI. Tindakan para fund manager Singapura menimbun IDR untuk dilepaskan saat
tertentu untuk mengambil keuntungan dari fluktuasi nilai tukarr IDR merupaka
tindakan yang dilarang Islam yaitu pertama, termasuk dalam kategori ikhtikar (rekayasa penawaran untuk
mengambil keuntungan di atas keuntungan normal tanpa adanya rekayasa). Kedua,
ketika para fund manager Singapura
melakukan manipulasi terhadap permintaan IDR, misalkan melalui mekanisme forward transaction yang dikombinasikan
dengan margin trading, sehingga
seakan-akan permintaan IDR menurun drastis dimana selanjutnya para fund manager itu kemudian mengambil
keuntungan dari fluktuasi nilai tukar IDR tersebut. Hal ini pun dilarang dalam
Islam yaitu termasuk dalam kategori ba’i
najasy (rekayasa tanpa adanya rekayasa). Dalam mengatasi ikhtikar dan ba’i najasy Bank Indonesia
juga harus menetapkan suatu nilai tukar tetap secara temporer pada original supporting level-nya sampai
aksi-aksi meruugikan para fund managers tersebut
usai.
3. Sistem Nilai Tukar dalam Islam
Pertanyaannya, dari ketiga sistem
nilai tukar mata uang yang ada dalam ekonomi konvensional, manakah yang sesuai
dengan konsep ekonomi Islam? Beberapa argumen muncul, yaitu :
a.
Pendapat pertama yang tepat, namun sering
dianggap radikal bahkan oleh pengusung ekonomi Islam sendiri adalah kembali
menggunakan mata uang fisik dinar dan dirham (full bodied money). Dimana mata uang dunia saat ini kembali kepada
standar emas dan perak, hal ini pun telah mulai dirintis di Indonesia, namun
perkembangannya masih belum mencapai taraf sebagai nilai tukar dalam transaksi
tetapi masih sebagai sarana investasi. Alternatif yang pertama, saat ini akan
(masih) sulit diwujudkan. Kesulitan ini terutama karena dinar dan dirham –
meski sebenarnya merupakan mata uang dari luar Islam yaitu Romawi dan Persia –
telah dicitrakan sebagai mata uang Islam. Menurut penulis, seandainya
negara-negara Islam mengusulkan kepada dunia untuk menggunakan dinar dirham,
akan banyak penolakan terutama Barat yang phobia terhadap Islam.
b.
Pendapat kedua yang moderat mengusulkan supaya
mata uang sekarang agar di-backup dengan emas sebagaimana bretton woods system. Sehingga setiap pencetakan uang harus
didasarkan kepada cadangan emas tertentu yang telah disepakati bersama, agar
tidak terjadi pencetakan uang berlebihan seperti saat ini. Dengan begitu,
peluang terbesar ada pada usulan moderat, yaitu agarr mata uang-mata uang
sekarang kembali di-backup dengan emas-tentu dengan beberapa penyempurnaan dari
sistem sebelumnya (Bretton Woods). Sistem inilah yang oleh kalangan barat ingin
kembali digulirkan yang dikenal dengan istilah Bretton woods II. Usulan ini
bahkan didukung oleh nama-nama besar seperti Joseph E. Stiglitz ( Ekonom peraih
nobel dari Amerika), Gordon Brown (mantan PM Inggris) hingga Nicholas Sarkozy
(Presiden Perancis).
c.
Sedangkan yang paling lunak adalah sebagaimana
seperti adanya sekarang, hanya bagaimana pemerintah mengatur supaya tidak ada
lagi unsur maghrib ( maysir ‘spekulasi’,
gharar ‘penipuan’ dan riba ) dalam
sistem ekonomi moneter yang berlaku. Dari ketiga usulan itu, penulis dengan
tegas menolak yang disebutkan terakhir berdasarkan kenyataan bahwa sistem
moneter yang ada sekarang memungkinkan pihak yang mengejar keuntungan pribadi
melakukan aksi maghrib tersebut. Terbukti, betapapun pemerintah menghimabu para
spekulan, aksi spekulasi di bursa valas masih tetap gencar.
Sumber : Buku Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam;Konsep, Teori, dan
Analisis, (Bandung : Alfabeta, 2010).