Rabu, 14 Maret 2012

hukum pidana

HUKUM PIDANA A. Pengertian Hukum Pidana Hukum pidana ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum. Tetapi kalau didalam kehidupan ini masih ada manusia yang melakukan perbuatan tidak baik yang kadang-kadang merusak lingkungan hidup manusia lain, sebenarnya itu merupakan bagian dari moralitas individu itu sendiri. Dan untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya suatu perbuatan yang tidak baik itu (sebagai pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana), ada pada ilmu “kriminologi”. Di dalam kriminologi itulah akan diteliti mengapa sampai seseorang melakukan suatu tindakan tertentu yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup social. Jadi, kriminologi sebagai salah satu ilmu yang membantu hukum pidana bertugas mempelajari sebab-sebab seseorang melakukan perbuatan pidana, apa motivasinya, bagaimana akibatnya dan tindakan apa yang dapat dilakukan untuk menghilangkan perbuatan itu. B. Macam-macam Hukum Pidana Ada beberapa macam Hukum Pidana, yaitu : 1. Hukum Pidana Umum Sesuai dengan namanya, hukum ini berlaku untuk umum. Sering juga disebut dengan istilah “Hukum Pidana Sipil”. 2. Hukum Pidana Militer Merupakan aturan Hukum Pidana Khusus, sebab Hukum Pidana ini hanya berlaku khusus bagi anggota-anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. 3. Hukum Pidana Fiskal Berupa aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan pidana yang tersebut dalam perundang-undangan mengenai penghasilan dan persewaan negara. Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap gejala-gejala sosial yang kurang sehat disamping pengobatan bagi yang telah terlanjur berbuat tidak baik. Namun, secara konkrit tujuan hukum pidana ini ada dua, yaitu: 1. Untuk menakut-nakuti setiap orang agar jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik. 2. Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkungannya. C. Peristiwa Pidana Peristiwa pidana atau yang juga disebut tindak pidana (delict) adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana. Suatu peristiwa hukum yang dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana jikalau memenuhi unsur-unsur pidananya. Dan unsur-unsur itu terdiri dari: 1. Obyektif. Yaitu suatu tindakan (perbuatan) yang bertentangan dengan hukum dan mengindahkan akibat yang dilarang dengan ancaman hukuman. 2. Subyektif. Yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undang-undang. Dilihat dari unsur-unsur pidana ini, maka kalau ada suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang harus memenuhi persyaratan supaya dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana. Dan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai suatu peristiwa pidana adalah: a. Harus ada suatu perbuatan. b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan hukum. c. Harus terbukti adanya kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. d. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum. e. Harus tersedia ancaman hukumannya. Seperti yang terdapat pada Rumusan Adagium seorang sarjana Jerman, Anselen con Feurbach, yaitu: “tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundangan. (Pasal 1 ayat 1 KUHPid) Biasanya ini dikenal dalam bahasa Latin sebagai Nullum, dellictum nulla poena sine proevia lege”. D. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Hukum Pidana Indonesia bentuknya tertulis dan dikodifikasikan dalam sebuah kitab undang-undang dan dalam perkembangannya banyak yang tertulis dalam kondisi tidak dikodifikasikan berupa undang-undang. Hukum Pidana yang tertulis dikodifikasikan itu tertera ketentuan-ketentuannya di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berasal dari zaman pemerintahan penjajahan Belanda. Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang semula bernama Wetboek van Starfrecht (W.v.S) pada saat kemerdekaan Republik Indonesia masih tetap berlaku di Indonesia berdasarkan ketentuan pasal II Auran Peralihan UUD 1945. Tetapi karena dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana itu ada pasal-pasal yang tidak sesuai lagi dengan jiwa UUD 45, maka dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tertanggal 24 Februari 1946 diadakan penyesuaian, perubahan serta penambahan ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tersebut agar sejiwa dan searah dengan UUD 45. Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang terdiri atas 569 pasal secara sistematik dibagi menjadi 3 buku, yaitu: • Buku I : memuat tentang Ketentuan-ketentuan Umum (Algemene Leerstrukken) – pasal 1-103 • Buku II : mangatur tentang tindak pidana Kejahatan (Misdrijven) – pasal 104-448 • Buku III : mengatur tentang tindak pidana Pelanggaran (Overstredingen) – pasal 489-569 E. Sistem Pidana Menurut KUHPidana Menurut pasal 10 KUHPid. perihal pidana terdiri dari: 1. Pidana Pokok a. Pidana Mati b. Pidana Penjara c. Pidana Kurungan d. Pidana Denda 2. Pidana Tambahan. a. Pencabutan hak-hak tertentu b. Perampasan barang-barang tertentu c. Pengumuman putusan hakim. Pidana Pokok Pidana pokok dapat dijatuhkan bersama-sama dengan pidana tambahan, dan dapat juga dijatuhkan tersendiri. Tetapi antara pidana pokok tidak dapat dijatuhkan bersama, sebab system pidana menurut KUHPid. menganut suatu asas: “bahwa tidak ada penggabungan dari pidana pokok”. Asas lain yang dianut oleh KUHPid. ialah untuk masing-masing perbuatan pidana ditetapkan sendiri-sendiri pidana yang setinggi-tingginya dapat dijatuhkan. Perbedaan antara pidana penjara dengan pidana kurungan, terletak dalam peraturan mengenai cara-caranya si terhukum harus diperlakukan, yaitu seseorang yang mendapat pidana kurungan: 1. Pekerjaan harus lebih ringan (pasal 19 KUHPid). 2. Pidana kurungan harus dilaksanakan dalam wilayah tempat tinggal terhukum (pasal 21 KUHPid). 3. Orang yang dijatuhi kurungan, dengan biaya sendiri boleh sekedar meringankan penderitaannya menurut peraturan tata tertib rumah penjara dan lain sebagainya. Untuk pidana denda, tidak ditentukan adanya maximum umum, melainkan hanya ditetapkan minimumnya saja. Dan pidana denda ini selalu dapat diganti dengan pidana kurungan. Pidana Tambahan Sesuai dengan namanya, maka pidana ini tidak dapat dijatuhkan tersendiri, jadi selalu dijatuhkan bersama-sama dengan pidana pokok. Pencabutan hak-hak tertentu; dimaksudkan adalah pencabutan hak-hak tertentu sesuai dengan kejahatan yang dilakukan, misalnya dicabut haknya untuk memilh dan dipilih (dalam pemilihan umum). Perampasan barang-barang tertentu; pidana tambahan semacam ini juga ditujukan kepada barang-barang tertentu yang ada sangkut pautnya dengan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang, misalnya seseorang yang melakukan peruatan pidana pemalsuan uang. Dalam hal ini alat-alat yang bersangkutan dapat diperintahkan untuk disita dan dihancurkan. Pengumuman keputusan hakim; biasanya untuk ini dalam keputusan, hakim memerintahkan agar putusan itu dengan cara khusus diumumkan lewat surat-surat kabar atau siaran radio. Pidana Bersyarat Sering disebut dengan istilah pidana janggelan. Dalam bahasa asing disebut; voorwaardelijke veroordeling. Artinya, putusan hakim yang mengandung suatu pidana dijatuhkan juga pada seseorang yang bersalah, tetapi executinya ditinda yaitu digantungkan pada suatu syarat. Jadi, seseorang yang dijatuhi hukuman pidana bersyarat tidak perlu menjalani putusan tersebut, asal ia tidak melanggar syarat-syarat yang ditentukan dalam waktu tertentu. Waktu tertentu dimana seseorang yang dijatuhi pidana bersyarat harus mengindahkan syarat-syarat yang ditentukan itu disebut masa percobaan. Masa percobaan ini boleh melebihi 2 tahun. Pidana Bersyarat dapat dijatuhkan dalam hal: 1. Penjatuhan pidana penjara setinggi-tingginya 1 tahun. 2. Penjatuhan pidana kurungan. 3. Penjatuhan pidana denda, tetapi bilamana hakim berpendapat, bahwa pidana denda itu benar-benar tidak terpikulkan oleh terhukum. Atas ketentuan pasal 45 KUHPid. terhadap anak yang belum mencapai umur 16 tahun, hakim dapat: 1. Memerintahkan, bahwa anak yang bersalah akan diserahkan kepada orang tua, wali atau orang yang memeliharanya dengan tidak dijatuhi sesuatu pidana 2. Memerintahkan bahwa yang bersalah akan diserahkan kepada pemerintah, dengan tidak dijatuhi sesuatu pidana. 3. Memidana anak yang bersalah.

1 komentar: